Kemenag Bangun Pesantren Ramah Anak, Satgas Dibentuk untuk Cegah Kekerasan

Ahad, 26 Oktober 2025 | 16:14:25 WIB
Menteri Agama, Nasaruddin Umar (Ft.kemenag.go.id)

JAKARTA,Suarapelalawan.com — Di tengah geliat dunia pendidikan berbasis keagamaan yang terus tumbuh, Kementerian Agama (Kemenag) menunjukkan keseriusannya untuk memastikan pesantren menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para santri. Tak hanya sebagai lembaga pendidikan spiritual, pesantren kini diharapkan juga menjadi rumah yang ramah anak dan bebas dari segala bentuk kekerasan.

“Setiap lembaga pendidikan, baik sekolah, madrasah, maupun pesantren, harus menjadi tempat yang ramah anak—zero kekerasan,” ujar Menteri Agama Nasaruddin Umar, dikutip dari laman republika.co.id, Ahad (26/10/2025).

Komitmen itu diwujudkan dengan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Pesantren, serta sejumlah regulasi yang memperkuat langkah Kemenag dalam mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman bagi seluruh peserta didik.

Salah satu payung hukum yang menjadi dasar adalah Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan. Aturan ini tidak hanya mengatur bentuk-bentuk kekerasan seksual—baik fisik, verbal, maupun digital—tetapi juga menegaskan pentingnya perlindungan, dukungan psikologis, dan pemulihan bagi korban.

Tak berhenti di sana, Kemenag juga mengeluarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 83 Tahun 2023, yang berisi pedoman teknis pencegahan kekerasan di satuan pendidikan, termasuk di madrasah dan pesantren. Dalam aturan itu, setiap lembaga pendidikan diwajibkan membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (TPPKS) yang bertugas menerima laporan dan menangani kasus dengan prinsip keadilan serta kerahasiaan.

Langkah-langkah strategis itu diperkuat lagi dengan lahirnya Keputusan Menteri Agama Nomor 91 Tahun 2025, yang menegaskan pentingnya pengasuhan ramah anak dan penegakan sanksi bagi pelaku maupun lembaga yang lalai menjalankan kewajiban pencegahan.

Kemenag juga melibatkan dunia akademik dalam memperkuat langkahnya. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, melalui riset yang dilakukan pada 2023–2024 terhadap 514 pesantren, menemukan bahwa sekitar 1,06 persen dari 43 ribu pesantren di Indonesia memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap kekerasan seksual.

“Temuan ini menjadi perhatian serius kami. Namun, 98,9 persen pesantren lainnya yang memiliki daya tahan tinggi juga perlu berbagi praktik baik,” jelas Menag.

Kementerian Agama pun bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk memperkuat pola pengasuhan ramah anak di pesantren. Program ini menitikberatkan pada tiga hal: mempromosikan hak anak untuk tumbuh tanpa kekerasan, mencegah kekerasan dengan pola pengasuhan yang sehat, serta memberikan respons cepat bagi anak yang menjadi korban.

“Insya Allah, langkah kita semakin efektif dan strategis. Kita ingin pesantren menjadi tempat terbaik bagi anak-anak bangsa menimba ilmu dan akhlak tanpa rasa takut,” tegas Menag.

Dengan serangkaian kebijakan dan kolaborasi lintas lembaga ini, Kemenag berharap pesantren bukan hanya menjadi pusat ilmu dan spiritualitas, tetapi juga teladan dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, beradab, dan penuh kasih bagi generasi muda.(*)

 

Terkini